TMM Gelar Kuliah Umum Online Basic Brand Knowledge
Trisakti School of Multimedia (TMM) bekerjasama dengan The Hatch menyelenggarakan kuliah umum online dengan tema “Basic Brand Knowledge” dengan menghadirkan Dwi Hermawan Prasetyo, sebagai narasumber, Rabu (15/04/2020) pukul 11.00 WIB. Hermawan merupakan praktisi periklanan dengan pengalaman puluhan tahun. Pengalaman pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti ini, dimulai dari perusahaan Fortune DDB Indonesia, Pelita Alembana, PT. Sony Indonesia, hingga sekarang menjadi General Manager PT. Hardana Widya Mahir, sebuah salah satu perusahaan periklanan terbesar.
Budi Suyanto, S.Sn., M.Si, selaku Ketua Trisakti School of Multimedia (TMM) memberikan apresiasinya untuk penyelenggaraan Kuliah Umum Online yang pertama kalinya ini. “Kuliah umum ini adalah salah satu implementasi dari program kerjasama dengan The Hatch dalam mempersiapkan mahasiswa agar siap kerja dan siap bersaing di dunia industri, program berkelanjutan ini akan terus berjalan walaupun saat ini kita dilanda pendemik.” ujar Budi Suyanto.
Hermawan mengawali paparannya dengan sebuah pertanyaan bagaimana kita bisa buat brand personifikasi dan brand positioning. Iwan, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa semua brand yang akan kita buat harus jelas, harus dapat dipahami dengan mudah oleh konsumen. Dalam membuat brand personifikasi, kita harus mampu mengimajinasikan brand tersebut. Dalam brand positioning bagaimana kita bisa menempatkan produk pada market yang ada. Sampai akhirnya, bisa tahu media mana yang akan gunakan. “Sebagai contoh untuk segmentasi otomotif, ada luxury, traditional, functional, sporty. Misalnya BMW ke luxury tapi lebih sporty. Beda dengan innova ke traditional tapi memberi perhatian juga ke functional. Atau Terios yang functional tapi juga sporty. Bagaimana mereka menempatkan brand positioning-nya.” jelas Iwan.
Brand positioning harus diketahui karena ini dijadikan sebagai pegangan untuk berkomunikasi, atau sebagai bentuk perlawanan dari para pesaing.
Selanjutnya Iwan menjelaskan bahwa brand harus punya pembeda dari pesaing. Ini biasa disebut sebagai USP atau Unique Selling Point.
“Pertanyaannya adalah satu, apakah brand yang ada, tahu akan USP nya mereka. Dua, apakah memang mereka punya USP nya?” ucap Iwan.
Bagi brand yang belum memiliki USP, biasanya para agency melakukan brief ke klien. Agency ini yang akan mencari tahu apa USP brand tersebut. “Kalau memang setelah digali, digali, tapi tetap gak ada. Than our job is to find out what is the key of USP. Ini hukumnya wajib, kita harus bias menemukan USP dari brand. Disini kita akan dilihat oleh konsumen, kita bisa fight dengan kompetitor.” tegas Iwan.
Lanjut Iwan menjelaskan, bahwa setelah USP dapatkan selanjutnya bagaimana memperkenalkan produk ke masyarakat. Caranya adalah melalui branding. Yaitu bagaimana kita menghayati produk kita, dan menggunakan the power of product untuk bisa dikenal dan dekat dengan konsumen.
Kemudian branding tersebut mampu meningkatkan awareness. Brand awareness adalah sebuah kesadaran dari sebuah produk. Konsumen sadar bahwa ada produk kita di market. Itu yang harus tertancap di benak masyarakat. Kalau tidak ada awareness maka produk kita akan hilang di market. Semua ini kemudian akan menjadi brand story, yaitu sebuah cerita bagaimana dari awal sampai akhir brand ini dibentuk karena ada nilai-nilai yang didapat oleh konsumen. Kadang-kadang beberapa produk menjadi terikat dengan konsumen. Ini akan membentuk brand loyalty, artinya konsumen akan loyal terhadap brand kita. Apapun produk yang akan kita tawarkan, apapun promo yang kita berikan, konsumen pasti akan memilih produk kita.
Ketika brand loyalty tercapai, nanti akan ada yang namanya brand value. Contoh, apple didirikan tahun 1975. Pada 1976 mereka merakit komputer apple pertama kali. Sampai tahun 1997 mereka mempunyai konsumen yang sangat segmented. Bias dikatakan value mereka itu zero, menuju ke minus, atau bangkrut. Apple merupakan kompetitor terberat Microsoft pada saat itu. Akhirnya saat ini, brand value apple sudah mencapai USD 1, 3 triliun.
Iwan kembali menjelaskan bahwa dalam melakukan branding pertama kali yang dipersiapkan adalah one is the objective. Ketika akan membuat sebuah branding, ada 5 tujuan yang harus diarahkan. Pertama, bagaimana kita bias meng-create brand awareness. Yang penting adalah bagaimana brand dikenal dulu. Yang kedua, bagaimana produk bisa dijual sebanyak mungkin. Dapat dilakukan dengan berbagai bentuk promo. Ketiga, membentuk customer loyalty, bagaimana kita bisa menjaga agar konsumen tidak diambil pesaing. Selanjutnya yang keempat, customer accusation, bagaimana kita bisa mengambil market dari pesaing kita. “Ketika keempat tujuan ini sudah mampu dijalankan, maka kita akan menjadi pemimpin pasar. Disini brand objective akan terkait dengan investasi yang dikelola.” ucap Iwan.
Kemudian Iwan menutup kuliah online dengan mengutip ucapan legenda advertising, Ogilvy. “Simply put, the need for branding is a matter of choice and consistency.” (FA/TMM)